Latest upload

GPR News 06/2023
Kata 'persatuan' mendapat penekanan khusus dari Presiden Joko Widodo ke tika memberi sambutan dalam pembukaan KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (10/5/2023). Penekanan Presiden untuk memperkuat soliditas ini ASEAN bukan tanpa alasan. Ini mengingat tantangan yang dihadapi dunia saat ini cukup besar. Tantangan itu seperti ekonomi, pertahanan dan keamanan, hingga geopolitik di kawasan Asia Pasifik. Dalam urusan ekonomi misalnya, inflasi yang terjadi di banyak negara memberi guncangan hebat. Kenaikan harga pangan maupun komoditas terjadi karena suplai yang tidak berjalan lancar pasca-Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina saat ini. Pun halnya soal isu politik dan keamanan. Sebut saja masalah perdagangan manusia yang sekarang menjadi isu besar. Ribuan orang menjadi korban dari perdagangan manusia yang bekerja lintas batas. Persoalan geopolitik juga tak kalah panas. Persaingan antara China dan Amerika Serikat ikut memicu ketegangan di kawasan. Masalah lain yang juga belum terselesaikan adalah konflik di Laut China Selatan. Konflik ini sudah menahun dan belum ada obatnya. Menengok gambaran besar tersebut, kesatuan negara-negara ASEAN merupakan sebuah keniscayaan. Satu bukan berarti 'melebur', melainkan memiliki visi dan arah yang sama dalam menghadapi tantangan-tantangan global. Tugas besar inilah yang coba dituntaskan oleh negara-negara di ASEAN, termasuk Indonesia sebagai pemangku Keketuaan ASEAN 2023. Pemimpin negara ASEAN mendorong Myanmar agar tetap menaati Lima Konsensus yang cukup baik untuk kedua pihak bertikai. Yang terpenting bagi Presiden adalah persatuan. Tanpa kesatuan, maka akan mudah bagi pihak lain untuk memecah ASEAN. Tanpa kesatuan, ASEAN akan kewalahan menghadapi guncangan ekonomi luar. Tanpa kesatuan, ASEAN tidak akan bisa menjadi pemain sentral dunia.

GPR News 05/2023
MASALAH kesehatan menjadi perhatian besar, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga tataran dunia. Terlebih dengan pan- demi Covid-19 yang mulai menghantam dunia pada 2020 lalu. Lebih dari 16 juta orang meninggal akibat wabah. Pandemi mengajarkan semua akan begitu pentingnya mitigasi dalam meng- hadapi sebuah wabah penyakit. Mitigasi merupakan langkah awal agar pandemi dapat ditekan imbasnya baik untuk kesehatan, kehidupan sosial, maupun ekonomi. Dengan mitigasi jumlah korban juga dapat ditekan. Mitigasi dijalankan baik secara struktural maupun sosial kemasyarakatan. Secara struktural, kebijakan mitigasi diterapkan dengan rangkaian kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Adapun langkah mitigasi secara sosial kemasyarakatan dijalankan dengan menggencarkan sosialisasi pola hidup sehat dari sejak anak-anak hingga lanjut usia. Hal itu penting untuk menangkal peningkatan kasus penyakit degeneratif.

GPR News 04/2023
Masalah perberasan selalu menarik perhatian publik di dalam negeri. Setiap isu kenaikan harga atau kabar gagal panen akan menjadi perbincangan, tak hanya di level pemerintah, tapi juga masyarakat umum. Kondisi itu dapat dipahami karena hampir 97 persen penduduk Indonesia mengonsumsi beras. Dari Sabang hingga Merauke beras menjadi primadona dibandingkan sagu, gandum atau panganan sejenis lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir bahwa tingkat konsumsi beras masyarakat per kapita per Minggu pada 2021 mencapai 1,451 kg atau lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya 1,379 per kg. Makanya wajar, jika setiap lonjakan harga beras biasanya akan ikut berimbas terhadap angka inflasi. Hal inilah yang selalu menjadi concern pemerintah yakni menjaga harga beras agar tidak meroket. Kenaikan harga beras memang tidak dapat dihindarkan karena biaya produksi yang juga meningkat. Kenaikan ongkos produksi itu disebabkan oleh melonjaknya harga pupuk, pestisida, hingga biaya angkut atau transportasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM). Di sisi lain, kondisi cuaca yang semakin tidak menentu membuat sejumlah wilayah lumbung padi terendam air. Akibatnya ada yang puso atau menghasilkan beras dengan kualitas tidak bagus. Pemerintah perlu hadir untuk menjaga keseimbangan tersebut yakni agar petani tetap dapat untung, dan konsumen juga bisa membeli beras dengan harga terjangkau. Tentu, hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah saat ini untuk menjaga keseimbangan tersebut. Pertama yakni dengan menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk beras petani pada Maret lalu. Kedua yakni menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Ketiga yang tak kalah penting adalah memperkuat stok. Keempat yakni mendorong peningkatan produktivitas beras nasional, di antaranya dengan percepatan musim tanam, penggunaan bibit unggul, serta mekanisasi pertanian. Melalui keempat langkah tersebut, diharapkan keseimbangan dapat tercapai. Alhasil, petani senang, dan konsumen pun ikut gembira.